Monday, August 24, 2009

RAMADHAN BERSAMA RASULULLAH SAW ( Siri 2 )


Kewajipan Kita Di Bulan Ramadhan

Ketahuilah wahai saudaraku seislam, bahawa Allah mewajibkan ke atas kita berpuasa sebagai ibadah bagi-Nya, dan agar puasa anda menjadi sempurna dan bermanfaat, maka lakukanlah hal-hal berikut ini :

1. Jagalah solat anda. Di antara orang-orang yang berpuasa ada orang yang meninggalkan solat padahal solat merupakan tiangnya agama dan meninggalkannya termasuk kekufuran.

2. Jagalah puasa Ramadhan. Latihlah anak-anak anda untuk berpuasa apabila mereka mampu dan berhati-hatilah dari berbuka (membatalkan puasa) di bulan Ramadhan tanpa ada uzur.

Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah melihat di dalam mimpinya sebuah kaum : Yang digantung terbalik dengan kepada di bawah, mulut-mulut mereka robek dan dari mulut mereka darah bercucuran. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam berkata : ”Siapakah mereka ini?” (Malaikat) menjawab : ”mereka adalah orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka.” [Sebelum halal puasa mereka yaitu sebelum waktu berbuka].
(Dishahihkah al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi).

Barangsiapa yang membatalkan puasanya sehari dengan sengaja maka wajib atasnya menggantinya dan bertaubat.

3. Berhati-hatilah dari berbuka puasa di hadapan manusia, ingatlah sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam :

”Seluruh umatku terampun kecuali mujahirin (orang yang menampakkan kemaksiatan).”
(muttafaq ’alayhi).

Ath-Thibi berkata : ”Setiap umatku diampuni dari ghibah kecuali orang-orang yang menampakkan (dosa). Membatalkan puasa adalah suatu tindakan yang mencabar Allah, meremehkan Islam dan kelancangan terhadap manusia. Ketahuilah barangsiapa yang tidak berpuasa maka tidak ada ied ( Raya ) atasnya, karena ied itu adalah suatu kegembiraan besar dengan menyempurnakan puasa dan diterimanya ibadah.”

4. Jadilah orang yang berakhlak baik, jauhilah kekufuran dan mencela agama serta mu`amalah yang buruk terhadap manusia, berhujjah dengan puasa anda. Puasa itu mendidik jiwa dan tidak memperburuk akhlak. Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengumpat (yarfuts) dan jangan pula mengangkat suara (yaskhob). Apabila ada seorang yang mencela atau menganiayanya, maka katakanlah : sesungguhnya aku seorang yang sedang berpuasa.”
(muttafaq ’alayhi).

5. Menjaga lisan dari ghibah (mengumpat), berdusta dan selainnya. Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta atau melakukan kedustaan, maka Allah tidak menerima akan (puasanya yang) meninggalkan makan dan minum.”
(HR Bukhari)

Dan sabda beliau : ”Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidaklah mendapatkan dari puasanya melainkan hanya dahaga.”
[Shahih, HR ad-Darimi].

6. Bacalah risalah berkenaan masalah puasa dan selainnya, supaya anda dapat mengetahui hukum-hukum berkenaan puasa sehingga anda dapat mengetahui bahawa makan dan minum karena lupa tidaklah membatalkan puasa, jinabah (berkumpul dengan isteri atau mimpi) pada malam hari tidaklah mencegah puasa, walaupun yang wajib adalah menghilangkan junub-nya untuk bersuci dan sholat.



Sunnah dan Adab Berpuasa

1. Sahur, berbuka dan berdo’a.

a.) Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Bersahurlah karena di dalam sahur itu adalah berkah.”
(muttafaq ’alaihi)

b.) Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka.”
(muttafaq ’alaihi)

c.) Hadits Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam :

”Adalah Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam berbuka sebelum menunaikan sholat dengan beberapa ruthob (kurma basah), dan apabila tidak memiliki ruthob beliau berbuka dengan beberapa tamar (kurma kering), dan apabila tidak memiliki tamar beliau berbuka dengan menengguk seteguk air.”
(Shahih¸ HR Turmudzi).

d.) Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam :

”Tiga orang yang tidak ditolak do’a mereka, yaitu : seorang yang berpuasa ketika berbuka, seorang imam yang adil dan do’a orang yang teraniaya.” (Shahih, HR Turmudzi dan selainnya).

e.) Adalah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam apabila berbuka, beliau mengucapkan : ”Telah sirna dahaga dan telah basah urat-urat serta telah ditetapkan pahala dengan kehendak Allah.”
(Hasan, HR Abu Dawud).

2. Perbanyaklah berdzikir kepada Allah, membaca dan mendengar Al-Qur`an, mentadabburi maknanya dan mengamalkannya, dan pergilah ke Masjid-Masjid untuk mendengarkan pengajian-pengajian yang bermanfaat.

3. Perbanyaklah sedekah terhadap kerabat dan orang-orang yang miskin, kunjungilah keluarga dan berbuat baiklah terhadap musuh. Jadilah orang yang berhati lapang lagi mulia. Sungguh Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam adalah orang yang paling lapang dengan kebaikan dan yang paling murah hati perbuatannya di Ramadhan.

4. Janganlah berlebih-lebihan di dalam makan dan minum ketika berbuka, sehingga anda mensia-siakan faedah puasa dan memburukkan kesihatan anda. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Tidaklah anak Adam memenuhi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya.”
(Shahih, HR Turmudzi).

5. Jangan mendengarkan nyanyian dan muzik, karena ia adalah seruling syaithan.

6. Jangan pergi ke panggung wayang dan janganlah menonton rancangan yang mengandungi sesuatu yang merosakkan akhlak dan menghilangkan pahala puasa.

7. Jangan banyak tidur sehingga anda melewatkan sahur dan sholat fajar (shubuh) dan lebih utama bagi anda beraktiviti di pagi hari. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :

”Ya Allah berkahilah umatku di pagi hari mereka.”
(Shahih, HR Ahmad).

Beberapa Kebaikan Puasa

Ketahuilah wahai saudaraku seislam bahwa Allah mewajibkan kepada kita puasa sebagai peribadatan kepada-Nya, dan puasa memiliki sejumlah faedah, diantaranya :

1. Firman Allah Ta’ala :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
(QS Al-Baqoroh : 183)

Anda benar-benar akan mendapatkan darjat ketakwaan kepada Allah dengan berpuasa.

2. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

“Puasa itu perisai”
(Muttafaq ’Alayhi)

Perisai iaitu penghalang dari perbuatan keji dan dosa termasuk juga penghalang neraka.

3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

”Barangsiapa yang memberi buka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.”
(Shahih, HR Tirmidzi)

4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

”Umrah di bulan Ramadhan sepadan dengan haji.”
(Muttafaq ‘alaihi)

5. Para perokok dapat mengambil manfaat di dalam puasanya untuk meninggalkan rokok yang merupakan penyebab kanser dan gangguan kesihatan. Ia akan berusaha mencuba untuk meninggalkan rokok pada malam hari sebagaimana ia tinggalkan pada pagi harinya.

6. Puasa akan mengistirahatkan alat pencernaan dan perut yang selama ini bekerja keras memproses makanan, membuang toksin-toksin dan menguatkan fizikal. Puasa juga bermanfaat untuk berbagai macam penyakit. Selain itu, puasa akan mengistirahatkan para perokok dari menghisap rokok yang diharamkan secara syar’i dan membantunya untuk meninggalkannya.

7. Puasa itu mendidik jiwa dan membiasakannya untuk sentiasa di atas kebenaran, disiplin, ketaatan, kesabaran dan keikhlasan.

8. Seorang yang berpuasa akan merasakan adanya kesamaan di antara saudara-saudaranya yang berpuasa, yang mana ia berpuasa dan berbuka bersamaan dengan mereka sehingga ia merasakan kesatuan seluruh umat Islam di seluruh dunia.

9. Seorang yang berpuasa akan menginsafi rasa kelaparan sehingga ia akan menolong saudara-saudaranya yang mengalami kelaparan dan memerlukan, serta ia akan menyedekahkan hartanya kepada orang-orang fakir miskin.

10.Apabila seorang yang berpuasa menahan diri dari perkara yang halal ( makan,minum dll ) dengan mengharap keredhaan Alloh Ta’ala, maka lebih utama lagi baginya dirinya untuk menahan diri dari perkara yang haram.

11.Amanah dan Muroqobatullah (merasa diawasi Alloh) : Ketika seorang yang berpuasa meninggalkan perkara yang dapat membatalkan puasanya, ia sedar bahawa Allah Ta’ala sedang mengawasi dirinya, sehingga ia menjaga amanahnya di dalam interaksinya dengan manusia, serta ia merasa takut kepada Allah Ta’ala baik di saat sendiri mahupun dihadapan orang ramai.

Hari Yang Dilarang Berpuasa

1. Dua Hari raya ‘Ied, yaitu ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adhha. Sebagaimana ucapan ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu :

“Sesungguhnya ini adalah dua hari yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam melarang berpuasa di dalamnya, yaitu hari berbuka (fithri) kalian setelah kalian berpuasa, dan hari dimana kalian di dalamnya memakan haiwan sembelihan kalian (yaitu Iedul Adhha).”
{HR Muslim).

2. Hari (dimana wanita mengalami) haidh dan nifas, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tentang hak kaum wanita :

َ“Tidakkah ketika haidh mereka tidak sholat dan tidak berpuasa? Maka demikian inilah yang merupakan kekurangan agama mereka.”
(HR Bukhari).

3. Menyambung puasa selama dua hari berturut-turut atau lebih tanpa berbuka. Hal ini disebut dengan puasa wishol, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam :

“Jauhilah oleh kalian puasa wishol.”
(muttafaq ‘alahi)

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam :

“Janganlah kalian berpuasa wishol, dan siapa saja diantara kalian yang menghendaki untuk menyambung puasanya maka sambunglah sampai sahur saja.”
(HR Bukhari)

4. Berpuasa pada hari syak (hari yang meragukan), yaitu pada hari ketiga puluh bulan Sya’ban, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

”Janganlah kalian mendahului berpuasa Ramadhan dengan sehari atau dua hari (sebelumnya) kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa maka berpuasalah.” (HR Muslim).

Hari Yang Dibenci Berpuasa

1. Puasa ‘Arofah bagi orang yang tengah berhaji dan berada di ‘Arofah. (Dalilnya) :
Ummu Fadhl mengirimkan segelas susu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan beliau ketika itu sedang berada di atas untanya di ‘Arofah dan beliau meminumnya.
(HR Muslim)

2. Hari jum’at secara bersendirian, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali diiringi dengan sehari sebelum atau setelahnya.”
(Shahih, HR Ahmad)

3. Hari Sabtu secara bersendirian, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang wajib. Apabila salah seorang dari kalian tidak mendapatkan (makanan) kecuali ranting kayu atau akar pohon, maka berbukalah dengannya.”
(Shahih, HR Ahmad dan selainnya).

4. Puasa ad-Dahr (sepanjang tahun) yaitu puasa yang dilakukan pada seluruh tahun tanpa berbuka, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

“Tidak ada puasa bagi orang yang berpuasa sepanjang tahun.”
(Shahih, HR an-Nasa`i).

5. Puasanya seorang wanita dan suaminya ada di sisinya melainkan dengan izinnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :

“Janganlah seorang wanita berpuasa selain puasa Ramadhan sedangkan suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya.”
(muttafaq ‘alayhi).

6. Tiga hari tasyriq, yaitu pada tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

”Hari tasyriq adalah hari makan-makan dan minum-minun serta berdzikir kepada Allah.”
(HR Muslim)

Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa

1. Orang yang sakit dan musafir, maka wajib atas mereka qodho’ (menggantinya), sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
(QS Al-Baqoroh : 183).

Adapun seorang yang sakitnya tidak ada harapan untuk sembuh, maka wajib atasnya memberikan makan orang miskin setiap harinya sebanyak satu mud gandum (makanan pokok seperti beras sebanyak satu kati : 657 gram bagi setiap hari yang tidak berpuasa).

2. Wanita haidh dan nifas, maka wajib atas mereka qodho’, sebagaimana ucapan ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha :

“Kami diperintahkan untuk mengganti puasa namun tidak diperintahkan untuk mengganti sholat.”
(muttafaq ‘alayhi)

3. Orang yang telah uzur yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka wajib atas mereka memberi maka orang miskin setiap harinya.

4. Wanita hamil dan wanita menyusui yang bimbang atas (kesihatan) dirinya dan bayinya, maka wajib atas mereka memberi makan orang miskin setiap harinya. Dari ibnu ‘Abbas bahwasanya beliau melihat Ummu Walad yang tengah hamil atau menyusui, lantas beliau berkata :

“Engkau adalah termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan puasa, maka wajib atasmu al-jazaa’ (membayar) namun tidak wajib atasmu qodho’ (mengganti).”
(Shahih, HR ad-Daruquthni).

Perkara Yang Membatalkan Puasa

Perkara-perkara yang membatalkan puasa ada dua jenis, iaitu :

a. Yang membatalkan puasa dan hanya wajib mengqodho-nya saja, iaitu :

1. Makan, minum dan merokok secara sengaja (dan wajib atas pelakunya bertaubat).

2. Muntah dengan sengaja, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :

”Barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib atasnya qodho’.” (Shahih, HR Hakim dan selainnya).

3. Wanita haidh atau nifas, walaupun ia berada pada waktu akhir menjelang terbenamnya matahari.

b. Yang membatalkan puasa dan wajib mengqodho’ serta membayar kafarat, yaitu :

1. Jima’ (bersetubuh) dan tidak ada selainnya menurut majoriti ulama.

Kafarat-nya iaitu : membebaskan hamba, apabila tidak ada hamba maka berpuasa dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin. Sebagian ulama tidak mensyaratkan harus berurutan di dalam kafarat (maksudnya boleh memilih salah satu diantara tiga)

Perkara-Perkara Yang Tidak Membatalkan Puasa

1. Makan dan minum karena lupa, keliru (maksudnya, menganggap sudah waktunya berbuka tetapi ternyata belum) atau terpaksa. Tidak wajib mengqodho’-nya ataupun membayar kafarat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :

”Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.”
(muttafaq ’alayhi).

Dan sabda beliau :

”Sesungguhnya Allah mengangkat (beban taklif) dari umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.”
(Shahih, HR Thabrani).

2. Muntah tanpa disengaja, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :

”Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka tidak wajib atasnya mengqodho’.”
(Shahih, HR Hakim).

3. Mencium isteri, baik untuk orang yang telah tua maupun pemuda selama tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’. Dari ’A`isyah radhiyallahu ’anha beliau berkata :

”Rasulullah pernah menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya.”
(muttafaq ’alayhi)

Tetapi bagi pemuda yang tidak mampu menahan nafsunya hukumnya makruh kerana Amr bin al-Ash pernah berkata :

”Kami pernah berada di sisi Nabi, datanglah seorang pemuda dan bertanya : Wahai Rasulullah! Bolehkah aku mencium (Isteri) dalam keadaan puasa? Baginda menjawab: Tidak. Kemudian datang pula seorang yang sudah tua dan dia bertanya: Bolehkah aku bercumbu dalam keadaan berpuasa? Baginda menjawab: Ya! Sebahagian kami memandang kepada teman-temannya maka Rasulullah bersabda, sesungguhnya orang tua itu mampu menahan dirinya ( nafsunya )”
( HR Ahmad 2/185, 221)

4. Mimpi basah di siang hari walaupun keluar air mani.


5. Mengakhirkan mandi junub, haidh atau nifas dari malam hari hingga terbitnya fajar. Namun yang wajib adalah menyegerakannya untuk menunaikan sholat. Dalilnya :

”Sesungguhnya Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam masih dalam keadaan berjunub kerana berjima dengan isterinya, kemudian baginda mandi dan terus berpuasa”
( HR Bukhari 4/123 dan Muslim 252 )


6. Berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam rongga hidung) secara tidak berlebihan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam kepada Laqith bin Shabrah :

”Sempurnakan wudhu’ dan selat-selatlah jari jemari serta hiruplah air dengan kuat (istinsyaq) kecuali apabila engkau sedang berpuasa.”
(Shahih, HR ahlus sunan).

7. Menggunakan siwak atau berus gigi untuk menggosok gigi, dengan syarat tidak masuk sesuatu ke dalam perut walaupun di waktu petang. Dalilnya :

”Seandainya tidak menjadi keberatan atas kaumku, pasti aku perintah mereka bersiwak ( gosok gigi ) setiap kali berwudhuk.”
( HR Bukhari 2/311 dan Muslim 252 )

Al-Hafizd Ibnu Hajar Asy-Syafi’i mengatakan dalam Fath : Menurut Imam Bukhari dan Ibnu Khuzaimah, bahawa hadis ini sebagai dalil membolehkan menggosok gigi bagi orang yang berpuasa ketika berwuduk,solat dan selainnya. Ia perintah umum di seluruh waktu, sebelum zawal ( tengahari ) atau setelahnya.

8. Merasai makanan dengan syarat selama tidak ada sedikitpun yang masuk ke dalam perut. Dalilnya :

”tidak mengapa merasa sayur atau sesuatu ( makanan ) selagi tidak sampai ke tenggorokannya, walaupun dia sedang berpuasa”.
( HR Bukhari 4/154, Ibn Saibah 3/47, Baihaqi 4/261 )

9.Bercelak dan menitiskan ubat mata ke dalam mata atau telinga walaupun ia merasakan pahit di kerongkongnya.

10.Suntikan ubat selain injeksi nutrisi ( vitamin ).

11.Menelan air ludah yang berlendir (kahak), dan segala (benda) yang tidak mungkin menghindar darinya, seperti debu, tepung atau selainnya (habuk-habuk halus yang terhirup hingga masuk kerongkong dan sampai perut).

12.Menggunakan ubat-ubatan yang tidak masuk ke dalam pencernaan seperti krim sapu, celak mata, atau ubat lelah (inhaler) bagi penderita asma. Dalilnya :

Rasulullah s.a.w. bercelak sedangkan baginda berpuasa
(riwayat Ibn Majah, dinilai sahih oleh al-Albani).

Jika memasukkan sesuatu ke daerah mata atau setiap rongga membatalkan puasa, tentu baginda tidak lakukan.

13.Gigi patah, atau keluarnya darah dari hidung, mulut atau tempat lainnya.

14.Mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya. Dalilnya :

Di dalam hadis yang sahih yang diriwayatkan oleh al- Imam Malik di dalam al-Mawata’, Ahmad dan Abu Daud: Abu Bakar bin Abd al-Rahman meriwayatkan:

“Telah berkata sahabah yang menceritakan kepadaku: “Aku melihat Rasulullah s.a.w. di al-‘Arj (nama tempat) mencurahkan air ke atas kepala baginda ketika baginda berpuasa disebabkan dahaga atau panas.”

Dengan itu Ibn Qudamah al-Maqdisi (meninggal 620H) menyatakan:

“Tidak mengapa seseorang mencurahkan air ke atas kapalanya (ketika puasa) disebabkan panas atau dahaga kerana diriwayatkan oleh sebahagian sahabah bahawa mereka melihat Rasulullah di al-‘Arj (nama tempat) mencurahkan air ke atas kepala baginda ketika baginda berpuasa disebabkan dahaga atau panas.” (Ibn Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, 2/18, Beirut: Dar al-Fikr).

”Ibnu Umar pernah membasahkan pakaiannya, kemudian meletakkan di atas tubuhnya sedangkan dia dalam keadaan berpuasa”
( Lihat : Ringkasan Sohih Bukhari hal: 145 Al-Albani )

15.menggunakan minyak wangi di siang hari pada bulan Ramadhan.

16.Apabila fajar telah terbit sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya melainkan setelah ia menyelesaikan hajat-nya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam :




”Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan dikumandangkan
sedangkan gelas masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajat-nya tersebut.”
(Shahih, HR Abu Dawud)

17.Berbekam, ”karena Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.”
(muttafaq ’alayhi).

Adapun hadits yang berbunyi :

”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya”
(Shahih, HR Ahmad)

maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits sebelumnya dan dalil-dalil yang lainnya.

Ibnu Hazm berkata : ”Hadits ”orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” adalah shahih tanpa diragukan lagi, akan tetapi kami mendapatkan di dalam hadits Abu Sa’id :

”Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam memberikan keringanan berbekam bagi orang yang berpuasa” dan sanad hadits ini shahih sehingga wajib menerimanya. Oleh sebab keringanan (rukhshah) itu terjadi setelah ’azimah (ketetapan), maka (hal ini) menunjukkan atas dinaskh (dihapusnya) hadits yang menjelaskan batalnya puasa karena bekam, baik itu orang yang membekam maupun yang dibekam.”
(Lihat Fathul Bari 4:178).

Puasa Sunnah Dan Keutamaannya

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menganjurkan untuk berpuasa pada hari-hari berikut ini :

1. Puasa enam hari pada bulan Syawwal. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, sepadan (pahalanya) dengan puasa dahr (selamanya).” (HR Muslim dan selainnya)

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam :

”Puasa bulan Ramadhan itu sepadan dengan berpuasa selama sepuluh bulan, dan puasa enam hari setelah Ramadhan sepadan dengan berpuasa selama dua bulan. Maka yang demikian inilah sama dengan puasa setahun penuh.”
(Shahih, HR Ahmad).

Sekiranya puasa ini diulangi terus setiap tahun, seperti berpuasa Dahr.”

2. Puasa hari ’Arofah bagi selain orang yang berhaji. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Puasa pada hari ’Arofah, aku mengharap kepada Allah supaya menghapuskan dosadosa setahun sebelum dan setelahnya.”
(HR Muslim).

3. Puasa hari ’Asyura` (10 Muharram) dan sehari sebelumnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Puasa hari ’Asyura` aku mengharap kepada Alloh supaya menghapuskan dosa-dosa setahun sebelumnya.”
( HR Muslim)

Dan sabda beliau :

”Jika aku masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal sembilan (Muharram).”
(HR Muslim).

4. ”Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam lebih banyak berpuasa pada bulan Sya’ban”
(muttafaq ’alayhi)

5. ”Seutama-utama puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram”
(HR Muslim).

6. Berpuasa pada hari Isnin dan Khamis. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Amal dinampakkan pada hari Isnin dan Khamis dan aku menyukai apabila amalku dinampakkan, aku dalam keadaan berpuasa.”
(Shahih, HR Nasa`i).

Beliau pernah ditanya tentang berpuasa pada hari Isnin, lalu beliau menjawab :


”Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan (wahyu) kepadaku.”
(HR Muslim).

7. Berpuasa pada hari-hari putih (ayyamul baidh, tiga hari pertengahan bulan Qomariyah), sebagaimana ucapan salah seorang Sahabat radhiyallahu ’anhu :

”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam memerintahkan kami untuk berpuasa setiap bulannya pada tanggal 13,14 dan 15.”
(Hasan, HR Nasa`i dan selainnya).

8. Berpuasa sehari dan berbuka sehari. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud ( Nabi Daud ) dan sholat yang paling Allah cintai adalah sholatnya Daud. Beliau tidur pada pertengahan malam kemudian bangun pada sepertiganya dan tidur kembali pada seperenam malam. Beliau berbuka sehari dan berpuasa sehari.”
(muttafaq ’alayhi).

Peringatan Penting

1. Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di sisinya melainkan dengan izinnya. Apabila ia berpuasa sunnah dan suaminya memerintahkannya untuk berbuka maka ia harus berbuka kecuali puasa yang wajib. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya berada di sisinya
melainkan dengan izinnya kecuali Ramadhan”
(muttafaq ’alayhi).

2. Seorang yang berpuasa sunnah berkuasa atas dirinya, apabila ia berkehendak ia boleh berpuasa dan apabila ia berkehendak ia boleh berbuka. Tidak wajib baginya berniat sebelum berpuasa, kecuali puasa yang wajib.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha beliau berkata, pada suatu hari Rasulullah mendatangiku dan berkata : ”Apakah kamu punya sesuatu (yang boleh dimakan)?” Saya menjawab : ”Tidak ada”. Beliau lantas berkata : ”Kalau begitu aku sekarang berpuasa.” Kemudian pada kesempatan yang lain beliau mendatangiku lagi, lalu aku mengatakan kepada beliau : ”Wahai Rasulullah, kita diberi hadiah haysun.” Beliau mengatakan : ”Bawalah kemari. Aku tadi pagi sebenarnya berpuasa.” lalu beliau memakannya.”
(HR Muslim)

[Haysun adalah kurma yang dicampur minyak dan susu lalu dilumatkan/ditumbuk.]






Sholat Malam (Qiyam) Ramadhan

1. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Barangsiapa yang melakukan sholat malam pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosanya yang telah lalu.”

2. Seorang lelaki dari Bani Qodho’ah datang kepada Rasulullah lalu berkata : ”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah dan engkau adalah utusan Allah, aku menunaikan sholat lima waktu, berpuasa sebulan penuh dan menegakkan sholat malam di bulan Ramadhan serta menunaikan zakat!” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menjawab : ”Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan demikian, maka ia termasuk golongan shiddiqin dan syuhada’.”
(Shahih HR Ibnu Khuzaimah).

3. ”Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam melaksanakan sholat malam sebanyak tiga belas rakaat : di dalamnya sholat witr dan dua rakaat sholat fajar.” (HR Bukhari).

4. ”Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam tidak pernah menambah baik di bulan Ramadhan maupun selainnya sholat malam lebih dari 11 rakaat. Beliau sholat 4 rakaat dan janganlah menanyakan bagaimana bagus dan panjangnya, lalu sholat 4 rakaat dan janganlah menanyakan bagaimana bagus dan panjangnya, lalu beliau sholat 3 rakaat.”
(muttafaq ’alaihi).

[Boleh sholat tarawih pada awal malam namun yang utama adalah pada akhir malam.]

Lailatul Qodar dan Keutamaannya

1. Allah Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qodar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
(QS Al-Qodar 1-5).

2. Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam apabila telah memasuki sepuluh (hari terakhir Ramadhan), beliau mengemaskan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.
(muttafaq ’alayhi)

[Mengemaskan ikat pinggangnya iaitu bersungguh-sungguh di dalam ibadah dan menjauhi dari berkumpul (jima’) dengan isteri-isteri beliau].

3. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Barangsiapa yang menegakkan sholat pada malam Laylatul Qodar dengan keimanan dan penuh pengharapan, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (muttafaq ’alaihi)

Dan sabda beliau :

”Carilah malam laylatul qodar pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ( 21,23,25,27,29 )”
(HR Bukhari).

4. Dari ’Aisyah beliau berkata :

” Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda apabila aku mengetahui bila terjadinya malam laylatul qodar, apa yang seharusnya aku ucapkan di dalamnya?” Beliau menjawab : ”Ucapkanlah :”Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Mengampuni, maka ampunilah aku.”
(Shahih, HR Turmudzi).


I’tikaf

1. Makna I’tikaf secara syariat adalah : mendiami Masjid dan menetap di dalamnya dengan niat bertaqorrub kepada Alloh Ta’ala.

2. Disyariatkannya : Para ulama bersepakat akan pensyariatannya. ”Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam dulu pernah beri’tikaf pada sepuluh akhir bulan Ramadhan sampai Alloh Azza wa Jalla mewafatkan beliau. Kemudian isteri-isteri beliau beri’tikaf setelah wafatnya beliau.”

3. Jenis-jenis i’tikaf :

a. I’tikaf yang wajib : yaitu apabila seseorang mewajibkan atas dirinya untuk melakukannya dengan sebab nadzar.

b. I’tikaf yang sunnah : yaitu apabila seorang muslim melaksanakannya dengan maksud mendekatkan diri kepada Alloh dan meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam. Ditekankan pelaksanannya pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.

4. Waktu i’tikaf :
”Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam apabila bermaksud untuk melaksanakan i’tikaf, beliau sholat fajar lalu memasuki tempat i’tikaf beliau.”
(muttafaq ’alaihi)

[Yaitu pada pagi hari kesepuluh bulan Ramadhan].

”Nabi pernah beri’tikaf pada sepuluh hari di bulan Syawwal.”
(muttafaq ’alayhi).

5. Syarat mu’takif (orang yang beri’tikaf) : Dia haruslah seorang yang mumayyiz (berakal sehat dan baligh) dan suci dari junub, haidh dan nifas.

6. Rukun I’tikaf : Menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

7. Yang dibolehkan bagi orang yang beri’tikaf :

a. Keluar dari tempat i’tikaf-nya untuk menghantar keluarganya.

b. Menyikat rambut, mencukur rambut, menggunting kuku, membersihkan badan (mandi), berwangian dan menggunakan pakaian yang bagus.

c. Keluar dari masjid untuk menunaikan hajat yang mendesak, seperti buang air besar dan kecil, makan dan minum apabila tidak ada yang mengantarkan makanannya.

d. Bagi seorang yang beri’tikaf, ia haruslah makan, minum dan tidur di Masjid dengan tetap harus menjaga kebersihannya.

8. Etika di dalam I’tikaf :

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha beliau berkata : ”Tuntunan di dalam i’tikaf yaitu tidak keluar kecuali untuk menunaikan hajat yang mendesak, tidak mengunjungi orang sakit, tidak menyentuh dan berkumpul (jima’) dengan isterinya, dan tidak ada i’tikaf kecuali di Masjid Jama’ah. Juga merupakan tuntunan adalah bagi orang yang beri’tikaf tetap harus berpuasa.”
(Shahih, HR al-Baihaqi).

9. Yang membatalkan i’tikaf : Jima’, keluar dari masjid tanpa ada keperluan secara sengaja, hilangnya ingatan karena gila atau mabuk, dan mengalami haidh dan nifas.

10.Yang disunnahkah bagi mu’takif : Memperbanyak ibadah-ibadah nafilah seperti sholat, membaca Al-Qur`an, berdzikir dan membaca buku-buku agama.

11.Yang dibenci bagi mu’takif : Menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan menahan diri dari berbicara dengan anggapan hal ini sebagai pendekatan diri kepada Allah.
[Lihat Fiqhus Sunnah].

Zakat Fitrah

1. Hukumnya : Wajib atas tiap individu kaum muslimin, baik anak-anak mahupun dewasa, laki-laki atau wanita dan merdeka ataupun hamba.

2. Atas siapa diwajibkannya : atas muslim yang merdeka, memiliki (makanan) dalam takaran satu sha’ (gantang) yang lebih dari makanan asasnya dan makanan untuk keluarganya selama sehari semalam, maka wajib atasnya mengeluarkan zakat untuk dirinya dan orang yang ia tanggung nafkahnya, seperti isterinya, anak-anaknya dan siapa saja yang berada dalam pertanggungannya, dan dianggap hal ini sebagai infak terhadap mereka.

3. Kadarnya : Satu sha’ (gantang) kurma, tepung, gandum atau yang semisalnya yang dianggap sebagai makanan asas dan dikeluarkan menurut makanan pokok majoriti di negeri tersebut, baik berupa beras, jagung atau selainnya. [kadarnya lebih kurang 2.5 kg].

Dari Ibnu ’Umar radhiyallahu ’anhuma beliau berkata :

”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam mewajibkan zakat fithrah pada bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau gandum, atas seorang hamba sahaya ataupun yang merdeka, pria maupun wanita, anak-anak maupun dewasa, dari kaum muslimin.”
(muttafaq ’alayhi)

4. Hikmah disyariatkannya :

a. Sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa yang jatuh ke dalam perbuatan laghwun dan rafats. [Laghwun adalah ucapan atau perbuatan yang tidak ada faidahnya (sia-sia) sedangkan Rafats adalah ucapan yang keji].

b. Sebagai bantuan kepada kaum fakir miskin serta membantu mereka dari meminta-minta pada hari ied ( hari Raya ).

5. Penyalurannya : Zakat fithrah disalurkan kepada kaum miskin, sebagaimana dalam sebuah hadits dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Zakat Fithrah itu menyucikan seorang yang berpuasa dari laghwun dan rofats serta sebagai makanan kaum miskin.”
[shahih].

Maksud orang miskin merujuk kepada penjelasan di dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam :

”Yang tidak memiliki sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pula memadai, maka dia disedekahi dan tidak meminta kepada manusia sedikitpun.”
(muttafaq ’alaihi)

6. Waktu dikeluarkannya : Wajib mengeluarkannya sebelum pelaksanaan sholat ’ied, dan boleh mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ied.

Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma beliau berkata :

”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam mewajibkan zakat fithrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor dan sebagai makanan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat (ied) maka ia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat (ied) maka ia termasuk sedekah dari jenis-jenis sedekah lainnya (bukan termasuk zakat fithri).”
(Hasan, HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan selainnya).


Sholat Dua ’Ied di Musholla

1. Mandi dan berwangian serta berpakaian dengan pakaian terbagus. Ajaklah keluarga dan anak-anakmu bersegera ke musholla (lapangan tempat pelaksanaan sholat ied ) pagi-pagi lalu kembalilah dari jalan yang lain.

2. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam memerintahkan kami agar kami mengajak keluar untuk melaksanakan sholat iedul fithri dan adhha para hamba sahaya, wanita haidh dan gadis-gadis pingitan. Adapun wanita haidh mereka (diperintahkan untuk) menjauhi tempat sholat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Saya berkata : ”Wahai Rasulullah, ada diantara kami yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah menjawab : ”Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya memakaikannya.”
(muttafaq ’alayhi)

3. Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam tidak berangkat sholat pada hari iedul fithri sampai beliau makan beberapa buah kurma yang jumlahnya ganjil.” [ganjil mencakup bilangan 1,3,5,7,9]

4. Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam keluar untuk menunaikan sholat iedul fithri dan adhha ke lapangan, dan hal pertama yang beliau lakukan adalah sholat.
(HR al-Bukhari).

5. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda : ”Takbir ketika ’iedul fithri adalah tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua, dan membaca (Al-Fatihah) setelahnya pada setiap rakaat.”
(Hasan, HR Abu Dawud)

Pengajaran Hadits

Pengajaran hadits yang dapat dipetik dari hadits-hadits di atas adalah :

1. Sholat dua ’ied hukumnya wajib, yaitu berjumlah dua rakaat, di mana seorang yang sholat bertakbir tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua, kemudian membaca Al-Fatihah dan surat lainnya yang mudah.

2. Sholat ied itu dilaksanakan di musholla (tanah lapang) yaitu tempat yang dekat dengan masjid namun di luar bangunan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam keluar ke tempat ini untuk menunaikan sholat dua ied dan beliau disertai oleh anak-anak kecil, kaum wanita, para remaja bahkan kaum wanita yang mengalami haidh.

Al-Hafizh Ibnu Hajar asy-Syafi’i berkata di dalam al-Fath :

“Di dalamnya beliau keluar untuk menunaikan sholat di musholla dan tidak boleh dilaksanakan di Masjid kecuali apabila dalam keadaan darurat,” [Seperti hujan atau dingin]

3. Ditekankan bertakbir semenjak malam iedul fithri dan berakhir sampai selesainya sholat ied. Allah Ta’ala berfirman :

”Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian bertakbir mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian”

Amalan Yang Menyalahi Sunnah Di Hari Raya

1. Ziarah kubur.

Telah berlangsung kebiasaan mengunjungi perkuburan pada saat perayaan ied, dan tidak ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya dilakukan pada saat ied. Imam Asy-Syafi’i mengharamkan perbuatan tersebut dengan dalil-dalil berikut :

“Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam : Jangan jadikan kuburku sebagai tempat berhari raya.“
( HR Ahmad 2/367 dan Abu Daud 2042. Hadis Shahih )

Imam Asy-Syafi’i telah berfatwa :
“Dimakruhkan ( Haram ) membawa makanan ke kuburan“.
( Rujuk : I’aanathul Thoolibin Juz 2 Hal 146 )

Dilarang duduk di kawasan kuburan. Dalilnya :

”Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam :jika salah seorang kamu duduk di atas bara api membakar sampai menembusi pakaianmu lalu membakar kulitnya,masih lebih baik baginya daripada ia duduk di atas kuburan.”
( HR Muslim 3/62, Abu Daud 3228 )

2. Ikhtilath ( percampuran di antara lelaki dan wanita).

Lelaki dan wanita bercampuran di perkuburan dan di perayaan ied. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

”Tidak aku tinggalkan sebuah fitnah sepeninggalku nanti yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain fitnah wanita.”
(muttafaq 'alayhi)

3. Membaca Al-Qur`an di kawasan perkuburan.

Telah datang larangan membaca Al-Qur`an dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam :

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian itu seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqoroh akan menyebabkan syaithan lari darinya.”
(HR Muslim).

Dan ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam berada di kubur salah seorang sahabat beliau setelah dikuburkan, beliau bersabda kepada para sahabatnya : ”Mohonkanlah ampun untuk saudaramu ini dan mintalah kemantapan atasnya, karena dirinya sekarang sedang ditanya (oleh malaikat).” (Shahih, HR Hakim).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam mengajarkan para sahabatnya bahwa apabila hendak masuk kawasan perkuburan hendaklah mengucapkan :

”Salam kesejahteraan atas kalian wahai para penghuni makam dari kaum mukminin dan muslimin, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Saya memohon kepada Alloh bagi kami dan kalian keselamatan.” [yaitu dari siksa].
(HR Muslim)

No comments:

Post a Comment